Tetaplah bersyukur dalam keadaan Sehat ataupun Sakit

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Sehat adalah kondisi yang didambakan oleh setiap orang, tak peduli ia seorang muslim atau non muslim. Manusia, tak terkecuali dari kalangan mana pun pasti tahu ia sedang diberi kesehatan atau sebaliknya, tengah dilanda kesakitan.
Dalam kamus kehidupan, sehat dan sakit adalah dua hal yang berpasangan seperti berpasangannya pria dan wanita, atau kaya dengan miskin. Sehat dan sakit menjadi sahabat setia yang menemani manusia sejak terlahir sebagai bayi hingga masa aktif hidupnya berhenti.
Bukan rahasia lagi kalau mayoritas manusia menginginkan sehat daripada sakit, seolah-olah sakit menjadi musuh yang wajib dihindari keberadaannya, dan sehat adalah sahabat sejati yang harus selalu ada.
Sebagai mahluk yang diciptakan Allah yang menemani perjalanan hidup manusia, sehat dan sakit adalah dua kondisi yang jelas berbeda, dan tentu saja keduanya harus disikapi dengan perlakukan dan sikap yang tidak sama.
Rasulullah mengajarkan untuk banyak bersyukur ketika Allah memberikan kesehatan dan menyiasati dengan kesabaran ketika rasa sakit tengah mendera kehidupan. Secara umum memang seperti itu adanya, tidak ada yang merasa keberatan jika pada saat diberi kesehatan, sikap yang ditampakkan adalah rasa syukur penuh ketulusan, namun apakah sikap bersyukur dan bersabar mampu dilakukan ketika rasa sakit diberikan?
Tentu saja tidak semua orang bisa melantunkan rasa syukur dan meningkatkan kesabaran yang tinggi ketika diberi rasa sakit. Padahal kita semua tahu bahwa "khoirihi wa syarrihi minallah" semua yang baik dan yang buruk itu hakikatnya dari Allah.
Selain kesalahan yang melekat, pada diri manusia juga tumbuh kebiasaan yang tidak baik namun realitasnya ada yaitu sifat ketergesaan. Ketika diberi kesehatan seringkali manusia lupa bahwa anugrah itu harus dipelihara agar tetap terjaga, namun seringkali lupa memporakporandakan seluruh bangunan kesabaran untuk memelihara kesehatan hingga akhirnya jatuh ditimpa rasa sakit. Dan ketika rasa sakit itu mendera, barulah kesadaran akan betapa mahalnya harga sebuah kesehatan tumbuh dalam dirinya, sehingga berapa pun waktu yang dibutuhkan serta biaya yang harus dikorbankan akan diperjuangkan untuk menebus rasa sakit dengan kesehatan yang nota bene seringkali disia-siakan ketika anugrah kesehatan diberikan.
Untuk siapa pun yang tak ingin dilanda rasa sakit, namun sedang diberi "anugrah yang dibenci dan tidak disukai" yaitu rasa sakit, apakah itu berupa sakit fisik, atau sakit non fisik seperti sakit hati, dikecewakan suami atau istri, disakiti tetangga, dibenci orang, belum mendapat pekerjaan, terkena musibah, ditolak gebetan, belum mendapat pasangan hidup, dan apa saja yang membuat fisik lahir dan fisik ruhani menjadi menderita, hendaknyalah mencoba mengkondisikan hati agar "pemberian yang tidak diinginkan" itu diterima dengan ketulusan, sebab jika langsung diberikan penolakan, rasa sakit itu akan bertambah dan meningkat seolah diberi jalan. Bangunlah rasa sakit itu menjadi sebuah kebangkitan dan kepercayaan akan sebuah keberhasilan.
Andai kita tahu bahwa sehat dan sakit itu terlahir dari sisi Rahman Rahim Allah yang teramat dalam, tentu kita akan bersyukur sekaligus bersabar dan bersikap tulus dengan menerima semuanya sebagai pemberian dan anugerah untuk meningkatkan kedewasaan sebagai seorang mu'min yang kaaffah, seorang mu'min yang totalitas menerima segala apa pun pemberian Allah dengan lapang dada.
Dan jangan lupa dengan sejarah, ketika bangsa Jepang dilanda rasa sakit yang luar biasa saat Nagasaki dan Hiroshima diluluhlantakkan oleh bom atom, sehingga dari rasa sakit itu muncul keteguhan, kesabaran, kemauan tinggi, kesanggupan dan keyakinan akan kebangkitan dari rasa sakit yang tak dapat mudah begitu saja dilupakan.
Wallaahu a'lam