Mukmin yang Tidur Dalam Keadaan Suci - Bersihkan Najis Itu (Bagian 2)
Bismillaahirrohmaanirrohiim:
Review tulisan sebelumnya
"Perbuatan syirik biasanya divoniskan kepada orang yang mendatangi dan menyembah berhala serta meminta perlindungan kepadanya, atau menziarahi kuburan yang dianggap memiliki tuah dan berkah. Padahal perbuatan syirik itu teramat banyak macamnya, teramat banyak bentuk ragamnya."
Apabila Allah mengatakan “jauhilah najis itu”, Sebetulnya apa yang dimaksud dengan najis yang harus dijauhi dan dihindari? Jawabannya adalah berhala. Pada akhir zaman seperti yang kita sedang berada di dalamnya, begitu banyak berhala di sekitar kita. Mengapa berhala disebut sebagai najis?
Jika pada masa Rasulullah SAW berhala yang tersisa adalah si Latta dan si Uzza. Kedua berhala itu menjadi sandaran sekaligus objek yang disembah manusia pada zaman Rasululullah SAW. Sesungguhnya mereka mengenal Allah sesuai dengan ajaran yang diwariskan oleh para Nabi sebelumnya, dan mereka tidak pernah mengatakan berhala itu sebagai Tuhan.
Namun karena ulah tangan-tangan jahil dari sebagian nenek moyang mereka sebelum Rasulullah SAW ada, telah mendominasi dan memengaruhi serta menodai ajaran ketauhidan (monotheisme). Jauh sebelum Islam muncul, kepercayaan terhadap Animisme, Dinamisme, serta pengaruh Hindu sudah melekat dan bersatu dalam kesatuan sistem dan tradisi keyakinan mereka, sehingga pada masa itu disebut sebagai masa yang penuh dengan kebodohan atau masa Jahiliyah.
Ketika Islam datang dibawa oleh Rasulullah SAW, kaum kafir Quraisy pada saat itu merasa kesulitan untuk meninggalkan ajaran yang telah secara turun temurun menjadi warisan dari nenek moyang leluhur. Kaum kafir tidak siap move on, mereka tidak siap melakukan perubahan
Selain kegamangan dan keraguan mereka juga merasa ketakutan yang teramat sangat karena mereka menyadari akan terjadi perubahan tatanan kehidupan sosial budaya, politik ekonomi dan sektor kehidupan lainnya. Itulah pemikiran jahiliyah pada masa itu.
Pada masa sekarang, ciri-ciri kejahiliyahan tidak jauh berbeda. Masyarakat kita terdikotomi dan terbagi oleh sistem kasta yang merupakan ajaran agama Hindu berdasarkan kelas sosial. Bani Quraisy menyadari bahwa mereka adalah salah satu suku yang terpandang dan dihormati serta berpengaruh di mata suku-suku Arab lainnya. Dan mereka juga menyadari dan menyaksikan sendiri gaya hidup Rasulullah SAW yang teramat sederhana, yang notabene secara biologis terlahir dari Bani Quraisy.
Kehadiran dan kesederhanaan Rasulullah SAW sangat mengganggu status sosial mereka yang berlimpah dengan kekayaan, hidup dengan penuh kemewahan. Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dengan memilih hidup sederhana bukan berarti beliau tidak memiliki apa-apa. Sejarah menyebutkan bahwa seluruh kekayaan yang diperjuangkan bersama istrinya, Khadijah AlQubra yang merupakan salah satu pengusaha yang kaya raya pada masa itu, semuanya habis untuk membela kepentingan perjuangan Islam. Dan kemudian Rasulullah SAW membangun sebuah rumah kecil yang menempel ke sebuah mesjid di Medinah.
Keluarga Rasulullah SAW dan istrinya adalah keluarga yang terpandang. Bahkan setelah kakeknya Abdul Mutholib menitipkan kepengasuhan Rasulullah SAW di masa kecilnya kepada salah satu pamannya bernama Abu Thalib, yang keberadaannya ditakuti oleh para pembesar Arab saat itu. Dan sekali lagi semuanya tahu bahwa Rasulullah SAW terlahir dari keluarga ini, keluarga yang terdidik.
Namun qadarullah atas kuasa Allah, pada masa kecilnya Rasululullah SAW tidak mengalami proses belajar seperti anak seusianya pada saat itu, sehingga Rasulullah SAW adalah sosok yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis yang dalam bahasa Arab disebut ummi.
Dan keberadaan Rasulullah SAW yang "ummi" inilah yang dipersoalkan oleh keluarganya sendiri. Karena tidak bisa membaca dan menulis, sementara status sosial yang dibanggakan oleh keluarganya tidak terdapat pada Rasulullah SAW, mereka menentang Rasulullah SAW, dan penentangan ini telah dituliskan Allah sebagai sejarah yang termaktub dalam Quran Surat AlFurqon (Surat ke-25) ayat ke 41 sebagai berikut:
Bani Quraisy yang secara status sosial sangat terpandang menertawakan dan mengolok-olok serta mengejek Rasulullah Saw yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis. Mereka tidak bisa menerima kehadiran seseorang yang ditunjuk sebagai Nabi dan Rasul karena dalam pandangan mereka Rasululllah SAW bukan orang berpendidikan.
Dan saat masyarakat umum yang bukan berasal dari keluarga Bani Quraisy melihat sikap keluarga Rasulullah SAW seperti itu terhadap beliau, muncullah narasi-narasi negatif terhadap Rasulullah SAW seperti beliau adalah orang gila dan tukang sihir serta segala macam narasi cacian lainnya.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa status sosial pada saat itu sudah menjadi "berhala" yang tidak mudah dihilangkan dan tidak semua orang menyadarinya. Dan "berhala" seperti ini jauh lebih berpotensi syirik didalamnya dibandingkan dengan berhala yang secara fisik kelihatan yaitu si Latta dan si Uzza. Masyarakat seperti ini oleh Allah disebut dengan masyarakat jahiliyah.
Pada saat itu orang-orang musyrik Mekkah setiap hari datang dan memohon kepada Allah SWT melewati si Latta dan Uzza, mereka berkata “Latta, Uzza, tolong sampaikan permohonanku kepada Allah karena engkau suci maka akan didengar oleh Allah SWT”, nah perkataan do'a seperti ini oleh Allah disebut syirik, kufur aqidah.
Oleh karena itu Allah dengan tegas memeirntahkan, “jauhilah najis ini”, apa yang disebut najis? yaitu, berhala. Dan berhala ini termasuk dalam kategori rijsul i’tiqodi atau najis itikad. Dan secara logika apakah jika di dalam hati terdapat najis, apakah mungkin malaikat berkenan masuk ke dalam hati?
Jelas malaikat tidak akan pernah mau masuk. Dan inilah penyakit masyarakat jahiliyah atau masyarakat yang bodoh bahwa yang menjadi ukuran seseorang terhormat, terpandang dan dipuja puji karena melihat status sosialnya di masyarakat, yang berdampak melahirkan penyakit sosial yaitu tumbuhnya keinginan yang besar dari masyarakat untuk berlomba ingin menempati dan meraih jabatan yang melahirkan status sosial itu.
Celakanya, banyak yang ingin meraih jabatan dengan datang ke dukun, atau mengumpulkan para kyai agar mendoakannya supaya diangkat sebagai pejabat pemerintahan atau terpilih sebagai anggota dewan.
Dan perilaku seperti ini adalah perilaku dan sikap yang lebih dari sekedar jahiliyah. Oleh karena itu, Allah berfirman:
Selama ini kita hanya berpandangan bahwa orang musyrik itu kepada penganut agama di luar Islam, padahal sebenarnya orang musyrik ini banyak sekali di kalangan muslim, Dan sudah sangat jelas bahwa penyakit kaum musyrikin ini mewabah di masyarakat Islam.
Jadi bagaimana cara membersihkan atau mengobati penyakit yang sudah menempel dan melekat dalam hidup keseharian serta tidak disadari bahwa kotoran atau najis itu telah lama bercokol dalam dada masyarakat yaitu, kemusyrikan?
Allah mengatakan bahwa yang menjadi tolak ukur di mata Allah dan menjadi fokus pandangan Allah tentang siapa sesungguhnya yang paling mulia di mata Allah?
Maka Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling takwa, yang paling bersih dalamnya dan enak dipandang lahiriyahnya karena bersih juga. Tidak bisa dalamnya bersih luarnya kotor, seperti disebutkan dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
Kalau penampilan luarnya saja sudah kotor apalagi dengan sisi dalamnya?. Jadi harus lahir dan batin kebersihannya. Bersihkan, hilangkan rijsul i’tikad (najis itikad) ini karena ini adalah najis yang paling berat.
Dalam ilmu fiqih najis terbagi menjadi 3, najis ringan, najis pertengahan dan najis yang berat dan bentuk najis-najis lahiriyah seperti ini yang paling sering dibicarakan, sementara itu hati dipenuhi oleh najis tidak pernah menjadi sentuhan, tidak pernah menjadi bahan pembicaraan.
Kita percaya soal kebersihan lahiriyah tak perlu lagi disuruh-suruh, banyak sekali tata aturan serta prosedur untuk menerapkannya. Namun apakah pernah kebersihan yang harus selalu menghiasi dalam hati dan ternodai oleh najis, sudah adakah upaya untuk membersihkannya?
bersambung ....
Bandung, 08 Juni 2020
Review tulisan sebelumnya
"Perbuatan syirik biasanya divoniskan kepada orang yang mendatangi dan menyembah berhala serta meminta perlindungan kepadanya, atau menziarahi kuburan yang dianggap memiliki tuah dan berkah. Padahal perbuatan syirik itu teramat banyak macamnya, teramat banyak bentuk ragamnya."

Apabila Allah mengatakan “jauhilah najis itu”, Sebetulnya apa yang dimaksud dengan najis yang harus dijauhi dan dihindari? Jawabannya adalah berhala. Pada akhir zaman seperti yang kita sedang berada di dalamnya, begitu banyak berhala di sekitar kita. Mengapa berhala disebut sebagai najis?
Jika pada masa Rasulullah SAW berhala yang tersisa adalah si Latta dan si Uzza. Kedua berhala itu menjadi sandaran sekaligus objek yang disembah manusia pada zaman Rasululullah SAW. Sesungguhnya mereka mengenal Allah sesuai dengan ajaran yang diwariskan oleh para Nabi sebelumnya, dan mereka tidak pernah mengatakan berhala itu sebagai Tuhan.
Namun karena ulah tangan-tangan jahil dari sebagian nenek moyang mereka sebelum Rasulullah SAW ada, telah mendominasi dan memengaruhi serta menodai ajaran ketauhidan (monotheisme). Jauh sebelum Islam muncul, kepercayaan terhadap Animisme, Dinamisme, serta pengaruh Hindu sudah melekat dan bersatu dalam kesatuan sistem dan tradisi keyakinan mereka, sehingga pada masa itu disebut sebagai masa yang penuh dengan kebodohan atau masa Jahiliyah.
Ketika Islam datang dibawa oleh Rasulullah SAW, kaum kafir Quraisy pada saat itu merasa kesulitan untuk meninggalkan ajaran yang telah secara turun temurun menjadi warisan dari nenek moyang leluhur. Kaum kafir tidak siap move on, mereka tidak siap melakukan perubahan
Selain kegamangan dan keraguan mereka juga merasa ketakutan yang teramat sangat karena mereka menyadari akan terjadi perubahan tatanan kehidupan sosial budaya, politik ekonomi dan sektor kehidupan lainnya. Itulah pemikiran jahiliyah pada masa itu.
Pada masa sekarang, ciri-ciri kejahiliyahan tidak jauh berbeda. Masyarakat kita terdikotomi dan terbagi oleh sistem kasta yang merupakan ajaran agama Hindu berdasarkan kelas sosial. Bani Quraisy menyadari bahwa mereka adalah salah satu suku yang terpandang dan dihormati serta berpengaruh di mata suku-suku Arab lainnya. Dan mereka juga menyadari dan menyaksikan sendiri gaya hidup Rasulullah SAW yang teramat sederhana, yang notabene secara biologis terlahir dari Bani Quraisy.
Kehadiran dan kesederhanaan Rasulullah SAW sangat mengganggu status sosial mereka yang berlimpah dengan kekayaan, hidup dengan penuh kemewahan. Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dengan memilih hidup sederhana bukan berarti beliau tidak memiliki apa-apa. Sejarah menyebutkan bahwa seluruh kekayaan yang diperjuangkan bersama istrinya, Khadijah AlQubra yang merupakan salah satu pengusaha yang kaya raya pada masa itu, semuanya habis untuk membela kepentingan perjuangan Islam. Dan kemudian Rasulullah SAW membangun sebuah rumah kecil yang menempel ke sebuah mesjid di Medinah.
Keluarga Rasulullah SAW dan istrinya adalah keluarga yang terpandang. Bahkan setelah kakeknya Abdul Mutholib menitipkan kepengasuhan Rasulullah SAW di masa kecilnya kepada salah satu pamannya bernama Abu Thalib, yang keberadaannya ditakuti oleh para pembesar Arab saat itu. Dan sekali lagi semuanya tahu bahwa Rasulullah SAW terlahir dari keluarga ini, keluarga yang terdidik.
Namun qadarullah atas kuasa Allah, pada masa kecilnya Rasululullah SAW tidak mengalami proses belajar seperti anak seusianya pada saat itu, sehingga Rasulullah SAW adalah sosok yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis yang dalam bahasa Arab disebut ummi.
Dan keberadaan Rasulullah SAW yang "ummi" inilah yang dipersoalkan oleh keluarganya sendiri. Karena tidak bisa membaca dan menulis, sementara status sosial yang dibanggakan oleh keluarganya tidak terdapat pada Rasulullah SAW, mereka menentang Rasulullah SAW, dan penentangan ini telah dituliskan Allah sebagai sejarah yang termaktub dalam Quran Surat AlFurqon (Surat ke-25) ayat ke 41 sebagai berikut:
وَإِذَا رَأَوْكَ إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولًا
Artinya: Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): "Inikah orangnya yang di utus Allah sebagai Rasul?.Bani Quraisy yang secara status sosial sangat terpandang menertawakan dan mengolok-olok serta mengejek Rasulullah Saw yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis. Mereka tidak bisa menerima kehadiran seseorang yang ditunjuk sebagai Nabi dan Rasul karena dalam pandangan mereka Rasululllah SAW bukan orang berpendidikan.
Dan saat masyarakat umum yang bukan berasal dari keluarga Bani Quraisy melihat sikap keluarga Rasulullah SAW seperti itu terhadap beliau, muncullah narasi-narasi negatif terhadap Rasulullah SAW seperti beliau adalah orang gila dan tukang sihir serta segala macam narasi cacian lainnya.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa status sosial pada saat itu sudah menjadi "berhala" yang tidak mudah dihilangkan dan tidak semua orang menyadarinya. Dan "berhala" seperti ini jauh lebih berpotensi syirik didalamnya dibandingkan dengan berhala yang secara fisik kelihatan yaitu si Latta dan si Uzza. Masyarakat seperti ini oleh Allah disebut dengan masyarakat jahiliyah.
Pada saat itu orang-orang musyrik Mekkah setiap hari datang dan memohon kepada Allah SWT melewati si Latta dan Uzza, mereka berkata “Latta, Uzza, tolong sampaikan permohonanku kepada Allah karena engkau suci maka akan didengar oleh Allah SWT”, nah perkataan do'a seperti ini oleh Allah disebut syirik, kufur aqidah.
Oleh karena itu Allah dengan tegas memeirntahkan, “jauhilah najis ini”, apa yang disebut najis? yaitu, berhala. Dan berhala ini termasuk dalam kategori rijsul i’tiqodi atau najis itikad. Dan secara logika apakah jika di dalam hati terdapat najis, apakah mungkin malaikat berkenan masuk ke dalam hati?
Jelas malaikat tidak akan pernah mau masuk. Dan inilah penyakit masyarakat jahiliyah atau masyarakat yang bodoh bahwa yang menjadi ukuran seseorang terhormat, terpandang dan dipuja puji karena melihat status sosialnya di masyarakat, yang berdampak melahirkan penyakit sosial yaitu tumbuhnya keinginan yang besar dari masyarakat untuk berlomba ingin menempati dan meraih jabatan yang melahirkan status sosial itu.
Celakanya, banyak yang ingin meraih jabatan dengan datang ke dukun, atau mengumpulkan para kyai agar mendoakannya supaya diangkat sebagai pejabat pemerintahan atau terpilih sebagai anggota dewan.
Dan perilaku seperti ini adalah perilaku dan sikap yang lebih dari sekedar jahiliyah. Oleh karena itu, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُواْ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَـذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ إِن شَاء إِنَّ اللّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu (adalah) NAJIS, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. AtTaubah (9) :28)Selama ini kita hanya berpandangan bahwa orang musyrik itu kepada penganut agama di luar Islam, padahal sebenarnya orang musyrik ini banyak sekali di kalangan muslim, Dan sudah sangat jelas bahwa penyakit kaum musyrikin ini mewabah di masyarakat Islam.
Jadi bagaimana cara membersihkan atau mengobati penyakit yang sudah menempel dan melekat dalam hidup keseharian serta tidak disadari bahwa kotoran atau najis itu telah lama bercokol dalam dada masyarakat yaitu, kemusyrikan?
Allah mengatakan bahwa yang menjadi tolak ukur di mata Allah dan menjadi fokus pandangan Allah tentang siapa sesungguhnya yang paling mulia di mata Allah?
Maka Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling takwa, yang paling bersih dalamnya dan enak dipandang lahiriyahnya karena bersih juga. Tidak bisa dalamnya bersih luarnya kotor, seperti disebutkan dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling MULIA diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kalau penampilan luarnya saja sudah kotor apalagi dengan sisi dalamnya?. Jadi harus lahir dan batin kebersihannya. Bersihkan, hilangkan rijsul i’tikad (najis itikad) ini karena ini adalah najis yang paling berat.
Dalam ilmu fiqih najis terbagi menjadi 3, najis ringan, najis pertengahan dan najis yang berat dan bentuk najis-najis lahiriyah seperti ini yang paling sering dibicarakan, sementara itu hati dipenuhi oleh najis tidak pernah menjadi sentuhan, tidak pernah menjadi bahan pembicaraan.
Kita percaya soal kebersihan lahiriyah tak perlu lagi disuruh-suruh, banyak sekali tata aturan serta prosedur untuk menerapkannya. Namun apakah pernah kebersihan yang harus selalu menghiasi dalam hati dan ternodai oleh najis, sudah adakah upaya untuk membersihkannya?
bersambung ....
Bandung, 08 Juni 2020
Penulis: Adam Qosim Kosasih Natsir
Editor: Madyo Sasongko
Editor: Madyo Sasongko
Referensi:
Hadits No. 739 Kitab Mukhtarul Ahadits, karya (Alm) Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, semoga Alloh SWT melimpahkan rahmat padanya
Hadits No. 739 Kitab Mukhtarul Ahadits, karya (Alm) Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, semoga Alloh SWT melimpahkan rahmat padanya