Mukmin yang Tidur Dalam Keadaan Suci, Rijsul Himmah, Najis Motivasi (bagian 3) - tamat
Bismillaahirrohmaanirrohiim:
Review tulisan sebelumnya
"Kita percaya soal kebersihan lahiriyah tak perlu lagi disuruh-suruh, banyak sekali tata aturan serta prosedur untuk menerapkannya. Namun apakah pernah kebersihan yang harus selalu menghiasi dalam hati dan ternodai oleh najis, sudah adakah upaya untuk membersihkannya?"
Pembahasan berikutnya adalah mengenai "rijsul himmah", atau najis motivasi. Pada tataran keimanan tertentu motivasi juga bisa menjadi najis. Contoh yang paling sederhana misalnya seperti ini, ada seorang pedagang yang dagangannya tidak laku-laku, sehingga dia mengambil keputusan untuk shalat, misalnya shalat tahajud, dengan niat atau motivasi agar dagangannya laku dan usahanya maju.
Sekedar mengingatkan bahwa shalat tahajud ini adalah salah satu dari ibadah "naafilah" atau ibadah tambahan yang sejatinya harus menambah kuantitas atau pundi-pundi amal kita. Bahkan ada yang mengatakan “siapa tahu dengan sering bangun malam bisa menduduki posisi yang terpuji di mata Allah SWT”.
Jadi kita harus ekstra hati-hati dengan niat atau motivasi bangun malam. Seluruh persoalan dan urusan dunia yang kita pikirkan jangan pernah sekali-kali menjadi muatan beribadah. Coba berpikir kalau misalnya kita pengen banyak uang apa hubungannya dengan shalat tahajud?
Atau pada contoh lain kita menginginkan punya rumah lalu kita berpuasa selama 40 hari, apa ada hubungannya ibadah puasa dengan rumah? yang sulit ketika beribadah adalah mengatur hati kita. Langkah awal jangan ada keinginan dulu ketika beribadah.
Sepanjang urusan dunia dicampuradukan dengan urusan ibadah, maka kita akan kesulitan melakukan ibadah sebagai ekspresi kesadaran, karena motivasi ibadah yang kita lakukan sudah terkontaminasi oleh dominasi kepentingan duniawi. Walaupun semua orang tahu bahwa waktu yang paling bagus untuk berdoa adalah di waktu tengah malam/sepertiga malam karena memang jaringan dan sinyal sedang sepi.
"Rijsul himmah", atau najis motivasi, karena ada motivasi yang salah sebab di dalamnya terkandung kepentingan duniawi di dalam ibadahnya, disebut juga "syirkul ibadah" (menyekutukan Allah dalam ibadah).
Pada konsisi kita harus mempertanyakan sejauh mana kita mengenal Allah, ditambah dengan sangat banyaknya orang yang meminta kepada Allah dengan menggunakan fasilitas ibadah. Jangan sampai kita melakukan sholat untuk tujuan laku jualan di pasar, ingin laku jualan tempe, jualan tahu, jualan brokoli dan sebagainya. Tanpa disadari kita telah membuat sosok-sosok Tuhan dalam jumlah yang banyak. Padahal hanya kepada Allah sajalah kita bersujud dan bukan untuk kepentingan yang berhubungan dengan kehidupan duniawi.
Mulut ini sulit diatur dan dikendalikan karena hati tidak pernah terjaga. Pertanyaanya, bagaimana cara menjaganya? Jawabannya, hilangkan najis-najis ini. Sebab tidak ada dosa yang paling berat sebelum kita meninggal selain dosa karena lisan. Karena lisan lah aib orang lain yang mestinya ditutupi jadi terbuka, malah sengaja dibuka-buka.
Pada saat kita membuka aib orang lain, dalam hati kita timbul perasaan seakan-akan seperti kita itu ahli surga, dan kita merasa paling bersih, padahal sebenarnya ternyata kita yang paling kotor dibandingkan orang yang kita bicarakan.
Dan terhadap dosa lisan ini, seharusnya orang yang menjadi objek pembicaraan sebaiknya bersyukur terhadap apa yang dibicarakan tentang dirinya, sebab hal itu menjadi kebaikan bagi dirinya, karena kejelekannya berpindah kepada orang yang membicarakannya,
Kata Baginda Rasulullah SAW bahwa gibah itu sama dengan makan daging bangkai. Ghibah merupakan kesalahan yang sangat disukai manusia, kita lebih mengenalnya dengan nama gosip. Dan jangan pernah merasa aman kalau mulut ini suka menggosip.
Jadi apa yang harus kita lakukan dengan begitu banyaknya najis? Salah satunya adalah bersikap ikhlas. Dan bersikap ikhlas itu bukan perkara gampang, ia teramat susah, karena teramat susah, maka belajarlah dari sekarang.
Oleh karena itu, bersihkanlah seluruh tatakarya ibadah itu dari motivasi yang salah. Jangan sampai sedikit-sedikit membaca yasin, sedikit-sedikit membaca yasin. Makanya Rasulullah SAW ketika ditanya oleh sahabat seperti apa ya Rasululloh kehalusan syirik itu?
Beliau menjelaskan seperti kamu melihat semut hitam di gunung di malam gelap gulita. Apakah kita bisa melihat? Jawabnya tidak. Terus dengarkan suara langkah kakinya, wujudnya saja kita tidak bisa melihatnya, inilah kehalusan syirik. Yang bisa mendeteksi penyakit syirik ini adalah keikhlasan, karena kalau tidak bisa ikhlas ya syirik. Bagaimana kalau satengah ikhlas? ya setengahnnya lagi adalah syirik.
Sulit ternyata kita terhindar dari penyakit ini. Makanya kita jangan pernah merasa sudah bersih. Karena penyakit keseharian itu adalah syirik dan kufur. Kalau kita totalitas percaya kepada Allah SWT maka usahakan jangan terbiasa menggunakan kalimat yang diawali dengan kata “pusing”. Contohnya “pusing ah hidup begini terus, kieu wae hirup teh, ah sudahlah pasrah saja, bagaimana Allah saja deh, gimana nanti aja”, Dan biasanya perkataan ini berujung kepada terbukanya putus asa.
Ingatlah bahwa kepasrahan itu adalah wujud dari totalitas kepercayaan. Jadi pantas hati kita ini tidak pernah bisa tenang karena di dalamnya terdapat banyak kemusyrikan. Perilaku orang yang hatinya tenang, maka jika ia punya uang ia tenang, tidak punya uang juga ia tetap tenang.
Memang bisa tenang ketika kita tidak punya uang? Memangnya bersikap tenang itu karena adanya uang? Harus dipisahkan antara kehidupan dunia yang berada dalam urusan ranah pikiran dan kaitannya dengan ketentraman hidup. Ketenangan hati tetap jangan dikotori.
Dan ternyata memisahkan antara ketenteraman dan ketenangan bukan perkara yang mudah. Ketika pikiran kita tidak merasa tenteram namun hati kita merasa tenang, itu sebuah kondisi yang tidak mudah. Sulit memisahkan ketentraman dan ketenangan. Dan ini adalah bagian dari perjalanan yang teramat rumit dan panjang untuk terhindar dari penyakit syirik dan kufur karena syirik dan kufur adalah penyakit keseharian.
Hati seorang mukmin itu adalah rumah malaikat. Jadi mau masuk bagaimana malaikat kalau hati kitanya ternyata berpenyakit. Malaikat itu makhluk positif yang memancarkan keberkahan, dampaknya membuat hati dan jiwa kita penuh dengan ketenangan.
Ada orang yang dengan semangat membaca Quran Surat Al-Ikhlas sebanyak 3333 kali, dan ia membacanya dengan tanpa keikhlasan, karena di dalam hatinya ada kepentingan untuk menyelesaikan urusan dunianya.
Karena didominasi oleh kepentingan pribadinya ia membacanya dari selepas Isya sampai mendekati subuh, dan belum selesai, dan baru saja masuk pada hitungan 2000 kali, badannya lama-lama terasa panas, berkeringan, terjadi gesekan dan akhirnya muncul konslet.
Apa yang konslet? hatinya. Kalau konslet kira-kiranya yang akan mendengarkan doa itu Allah atau setan?
Ingatlah bahwa Allah itu Maha Positif, dan manusia dengan sangat seriusnya meminta dengan sangat kepada Allah berikut segala keluh kesah, tapi di balik itu semua yang bergembira dan akan memberikan kesuksesan dan pemenuhan atas permintaannya adalah syetan. Sementara kita tahu bahwa syetan itu negatif, ia adalah senegatif-negatifnya mahluk. Syetan tidak pernah diajak ke arah positif yang paling negatif
Segala perkara apa saja yang berkaitan dengan urusan dunia jangan sampai mengotori ibadah kita kepada Allah SWT. Bahkan sebisa-bisanya urusan dunia itu dijadikan bernuansa dan bernilai ibadah. Oleh karena itu seluruh aktivitas keseharian dalam Islam adalah ibadah, kesadaran mahluk kepada Penciptanya.
Bagaimana caranya supaya ikhlas? Perbanyaklah latihan dengan penuh ekspresi kesadaran merasa diurus, kesadaran merasa diberi oleh Allah. Dan jangan pernah mengingat-ingat kekurangan yang diberikan oleh Allah. Yang harus diingat itu adalah kebaikan Allah.
Saat kita merasa diberi keburukan, ingatkah bahwa di dalamnya ada sisi rahimiyahnya Allah. Ujian, cobaan dan penderitaan serta hal-hal yang dalam pandangan manusia adalah keburukan, pada hakikatnya adalah wujud dari kasih sayang Allah, supaya hidup manusia menjadi dewasa, dan menjadi manusia terlatih dengan berbagai persoalan yang ditimpakan. Baik dan buruk pada hakikatnya sama, keduanya harus disikapi dengan bijak.
Pada saat Allah memberi kemudahan, berhati-hatilah agar tidak terjebak dalam kekufuran. Dan pada saat kita diberi kesulitan, sikap apa yang harus diperlihatkan?
Bersikap terbukalah kepada Allah, mintalah dengan penuh kejujuran, keterbukaan, seperti misalnya begini: "Ya Allah jika seandainya kesulitan yang aku hadapi ini Engkau ridho karenanya, tolong jangan dicabut kesulitan ini. Biarlah aku menjalani hidup dalam kesulitan, tetapi aku tahu di sisi lain Engkau adalah Maha Bijak".
Hidup itu jangan menginginkan semuanya enak yang justru jika semuanya enak, makan akan semakin berat perjuangan untuk mendapatkannya. Jadi bagaimana pun kesulitan hidup yang dialami di dunia, kita tetap betah hidup di sini, di dunia ini. Untuk itulah rasa syukur tetap harus terjulur dan harus nampak dan terucap dalam kondisi apa pun.
Sebab syukur itu sifatnya pribadi kepada Allah, ia berada dan berdiam di singgasana hati. dan jika hatinya bersyukur secara otomatis lisannya pun akan banyak bersyukur. Lisan yang penuh syukur adalah lisan yang selalu mengingat Allah, yaitu lisan yang bagus tutur katanya, dan selalu bernuansa positif.
Hati yang selalu bersyukur akan selalu merasa ringan ketika ditimpa ujian berat, ia bersabar sebagai wujud dari rasa syukurnya. Ia selalu mengondisikan hatinya pada arah yang positif. Jadi, sekalipun terasa berat, mari setahap demi setahap kita amalkan agar hati kita selalu bersih dan tetap terjaga dari bahaya kemusyrikan dan kekufuran.
Contoh sangat sederhana dan masuk dalam kategori mudah, misalnya jika manusia ditimpa biasanya ia cemberut. Nah cobalah dari sekarang kurangi cemberutnya. Kita bersikap sewajarnya saja. Khawatir jika kita cemberut karena rasa penolakan terhadap sesuatu keburukan yang menimpa, maka syetan akan memanfaatkan suasana hati, lalu mendorong dan menggiring kepada kemusyrikan dan kekufuran.
Wallahu a'lam bishshawwaab,
Tamat
Bandung, 11 Juni 2020
Referensi:
Review tulisan sebelumnya
"Kita percaya soal kebersihan lahiriyah tak perlu lagi disuruh-suruh, banyak sekali tata aturan serta prosedur untuk menerapkannya. Namun apakah pernah kebersihan yang harus selalu menghiasi dalam hati dan ternodai oleh najis, sudah adakah upaya untuk membersihkannya?"
Pembahasan berikutnya adalah mengenai "rijsul himmah", atau najis motivasi. Pada tataran keimanan tertentu motivasi juga bisa menjadi najis. Contoh yang paling sederhana misalnya seperti ini, ada seorang pedagang yang dagangannya tidak laku-laku, sehingga dia mengambil keputusan untuk shalat, misalnya shalat tahajud, dengan niat atau motivasi agar dagangannya laku dan usahanya maju.

Sekedar mengingatkan bahwa shalat tahajud ini adalah salah satu dari ibadah "naafilah" atau ibadah tambahan yang sejatinya harus menambah kuantitas atau pundi-pundi amal kita. Bahkan ada yang mengatakan “siapa tahu dengan sering bangun malam bisa menduduki posisi yang terpuji di mata Allah SWT”.
Jadi kita harus ekstra hati-hati dengan niat atau motivasi bangun malam. Seluruh persoalan dan urusan dunia yang kita pikirkan jangan pernah sekali-kali menjadi muatan beribadah. Coba berpikir kalau misalnya kita pengen banyak uang apa hubungannya dengan shalat tahajud?
Atau pada contoh lain kita menginginkan punya rumah lalu kita berpuasa selama 40 hari, apa ada hubungannya ibadah puasa dengan rumah? yang sulit ketika beribadah adalah mengatur hati kita. Langkah awal jangan ada keinginan dulu ketika beribadah.
Sepanjang urusan dunia dicampuradukan dengan urusan ibadah, maka kita akan kesulitan melakukan ibadah sebagai ekspresi kesadaran, karena motivasi ibadah yang kita lakukan sudah terkontaminasi oleh dominasi kepentingan duniawi. Walaupun semua orang tahu bahwa waktu yang paling bagus untuk berdoa adalah di waktu tengah malam/sepertiga malam karena memang jaringan dan sinyal sedang sepi.
"Rijsul himmah", atau najis motivasi, karena ada motivasi yang salah sebab di dalamnya terkandung kepentingan duniawi di dalam ibadahnya, disebut juga "syirkul ibadah" (menyekutukan Allah dalam ibadah).
Pada konsisi kita harus mempertanyakan sejauh mana kita mengenal Allah, ditambah dengan sangat banyaknya orang yang meminta kepada Allah dengan menggunakan fasilitas ibadah. Jangan sampai kita melakukan sholat untuk tujuan laku jualan di pasar, ingin laku jualan tempe, jualan tahu, jualan brokoli dan sebagainya. Tanpa disadari kita telah membuat sosok-sosok Tuhan dalam jumlah yang banyak. Padahal hanya kepada Allah sajalah kita bersujud dan bukan untuk kepentingan yang berhubungan dengan kehidupan duniawi.
Mulut ini sulit diatur dan dikendalikan karena hati tidak pernah terjaga. Pertanyaanya, bagaimana cara menjaganya? Jawabannya, hilangkan najis-najis ini. Sebab tidak ada dosa yang paling berat sebelum kita meninggal selain dosa karena lisan. Karena lisan lah aib orang lain yang mestinya ditutupi jadi terbuka, malah sengaja dibuka-buka.
Pada saat kita membuka aib orang lain, dalam hati kita timbul perasaan seakan-akan seperti kita itu ahli surga, dan kita merasa paling bersih, padahal sebenarnya ternyata kita yang paling kotor dibandingkan orang yang kita bicarakan.
Dan terhadap dosa lisan ini, seharusnya orang yang menjadi objek pembicaraan sebaiknya bersyukur terhadap apa yang dibicarakan tentang dirinya, sebab hal itu menjadi kebaikan bagi dirinya, karena kejelekannya berpindah kepada orang yang membicarakannya,
Kata Baginda Rasulullah SAW bahwa gibah itu sama dengan makan daging bangkai. Ghibah merupakan kesalahan yang sangat disukai manusia, kita lebih mengenalnya dengan nama gosip. Dan jangan pernah merasa aman kalau mulut ini suka menggosip.
Jadi apa yang harus kita lakukan dengan begitu banyaknya najis? Salah satunya adalah bersikap ikhlas. Dan bersikap ikhlas itu bukan perkara gampang, ia teramat susah, karena teramat susah, maka belajarlah dari sekarang.
Oleh karena itu, bersihkanlah seluruh tatakarya ibadah itu dari motivasi yang salah. Jangan sampai sedikit-sedikit membaca yasin, sedikit-sedikit membaca yasin. Makanya Rasulullah SAW ketika ditanya oleh sahabat seperti apa ya Rasululloh kehalusan syirik itu?
Beliau menjelaskan seperti kamu melihat semut hitam di gunung di malam gelap gulita. Apakah kita bisa melihat? Jawabnya tidak. Terus dengarkan suara langkah kakinya, wujudnya saja kita tidak bisa melihatnya, inilah kehalusan syirik. Yang bisa mendeteksi penyakit syirik ini adalah keikhlasan, karena kalau tidak bisa ikhlas ya syirik. Bagaimana kalau satengah ikhlas? ya setengahnnya lagi adalah syirik.
Sulit ternyata kita terhindar dari penyakit ini. Makanya kita jangan pernah merasa sudah bersih. Karena penyakit keseharian itu adalah syirik dan kufur. Kalau kita totalitas percaya kepada Allah SWT maka usahakan jangan terbiasa menggunakan kalimat yang diawali dengan kata “pusing”. Contohnya “pusing ah hidup begini terus, kieu wae hirup teh, ah sudahlah pasrah saja, bagaimana Allah saja deh, gimana nanti aja”, Dan biasanya perkataan ini berujung kepada terbukanya putus asa.
Ingatlah bahwa kepasrahan itu adalah wujud dari totalitas kepercayaan. Jadi pantas hati kita ini tidak pernah bisa tenang karena di dalamnya terdapat banyak kemusyrikan. Perilaku orang yang hatinya tenang, maka jika ia punya uang ia tenang, tidak punya uang juga ia tetap tenang.
Memang bisa tenang ketika kita tidak punya uang? Memangnya bersikap tenang itu karena adanya uang? Harus dipisahkan antara kehidupan dunia yang berada dalam urusan ranah pikiran dan kaitannya dengan ketentraman hidup. Ketenangan hati tetap jangan dikotori.
Dan ternyata memisahkan antara ketenteraman dan ketenangan bukan perkara yang mudah. Ketika pikiran kita tidak merasa tenteram namun hati kita merasa tenang, itu sebuah kondisi yang tidak mudah. Sulit memisahkan ketentraman dan ketenangan. Dan ini adalah bagian dari perjalanan yang teramat rumit dan panjang untuk terhindar dari penyakit syirik dan kufur karena syirik dan kufur adalah penyakit keseharian.
Hati seorang mukmin itu adalah rumah malaikat. Jadi mau masuk bagaimana malaikat kalau hati kitanya ternyata berpenyakit. Malaikat itu makhluk positif yang memancarkan keberkahan, dampaknya membuat hati dan jiwa kita penuh dengan ketenangan.
Ada orang yang dengan semangat membaca Quran Surat Al-Ikhlas sebanyak 3333 kali, dan ia membacanya dengan tanpa keikhlasan, karena di dalam hatinya ada kepentingan untuk menyelesaikan urusan dunianya.
Karena didominasi oleh kepentingan pribadinya ia membacanya dari selepas Isya sampai mendekati subuh, dan belum selesai, dan baru saja masuk pada hitungan 2000 kali, badannya lama-lama terasa panas, berkeringan, terjadi gesekan dan akhirnya muncul konslet.
Apa yang konslet? hatinya. Kalau konslet kira-kiranya yang akan mendengarkan doa itu Allah atau setan?
Ingatlah bahwa Allah itu Maha Positif, dan manusia dengan sangat seriusnya meminta dengan sangat kepada Allah berikut segala keluh kesah, tapi di balik itu semua yang bergembira dan akan memberikan kesuksesan dan pemenuhan atas permintaannya adalah syetan. Sementara kita tahu bahwa syetan itu negatif, ia adalah senegatif-negatifnya mahluk. Syetan tidak pernah diajak ke arah positif yang paling negatif
Segala perkara apa saja yang berkaitan dengan urusan dunia jangan sampai mengotori ibadah kita kepada Allah SWT. Bahkan sebisa-bisanya urusan dunia itu dijadikan bernuansa dan bernilai ibadah. Oleh karena itu seluruh aktivitas keseharian dalam Islam adalah ibadah, kesadaran mahluk kepada Penciptanya.
Bagaimana caranya supaya ikhlas? Perbanyaklah latihan dengan penuh ekspresi kesadaran merasa diurus, kesadaran merasa diberi oleh Allah. Dan jangan pernah mengingat-ingat kekurangan yang diberikan oleh Allah. Yang harus diingat itu adalah kebaikan Allah.
Saat kita merasa diberi keburukan, ingatkah bahwa di dalamnya ada sisi rahimiyahnya Allah. Ujian, cobaan dan penderitaan serta hal-hal yang dalam pandangan manusia adalah keburukan, pada hakikatnya adalah wujud dari kasih sayang Allah, supaya hidup manusia menjadi dewasa, dan menjadi manusia terlatih dengan berbagai persoalan yang ditimpakan. Baik dan buruk pada hakikatnya sama, keduanya harus disikapi dengan bijak.
Pada saat Allah memberi kemudahan, berhati-hatilah agar tidak terjebak dalam kekufuran. Dan pada saat kita diberi kesulitan, sikap apa yang harus diperlihatkan?
Bersikap terbukalah kepada Allah, mintalah dengan penuh kejujuran, keterbukaan, seperti misalnya begini: "Ya Allah jika seandainya kesulitan yang aku hadapi ini Engkau ridho karenanya, tolong jangan dicabut kesulitan ini. Biarlah aku menjalani hidup dalam kesulitan, tetapi aku tahu di sisi lain Engkau adalah Maha Bijak".
Hidup itu jangan menginginkan semuanya enak yang justru jika semuanya enak, makan akan semakin berat perjuangan untuk mendapatkannya. Jadi bagaimana pun kesulitan hidup yang dialami di dunia, kita tetap betah hidup di sini, di dunia ini. Untuk itulah rasa syukur tetap harus terjulur dan harus nampak dan terucap dalam kondisi apa pun.
Sebab syukur itu sifatnya pribadi kepada Allah, ia berada dan berdiam di singgasana hati. dan jika hatinya bersyukur secara otomatis lisannya pun akan banyak bersyukur. Lisan yang penuh syukur adalah lisan yang selalu mengingat Allah, yaitu lisan yang bagus tutur katanya, dan selalu bernuansa positif.
Hati yang selalu bersyukur akan selalu merasa ringan ketika ditimpa ujian berat, ia bersabar sebagai wujud dari rasa syukurnya. Ia selalu mengondisikan hatinya pada arah yang positif. Jadi, sekalipun terasa berat, mari setahap demi setahap kita amalkan agar hati kita selalu bersih dan tetap terjaga dari bahaya kemusyrikan dan kekufuran.
Contoh sangat sederhana dan masuk dalam kategori mudah, misalnya jika manusia ditimpa biasanya ia cemberut. Nah cobalah dari sekarang kurangi cemberutnya. Kita bersikap sewajarnya saja. Khawatir jika kita cemberut karena rasa penolakan terhadap sesuatu keburukan yang menimpa, maka syetan akan memanfaatkan suasana hati, lalu mendorong dan menggiring kepada kemusyrikan dan kekufuran.
Wallahu a'lam bishshawwaab,
Tamat
Bandung, 11 Juni 2020
Penulis: Adam Qosim Kosasih Natsir | Editor: Madyo Sasongko
Referensi:
Hadits No. 739 Kitab Mukhtarul Ahadits, karya (Alm) Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, semoga Alloh SWT melimpahkan rahmat padanya