Mukmin yang Tidur Dalam Keadaan Suci - (Bagian 1)

Bismillaahirrohmaanirrohiim:

Al-Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَهِّّرُوْا هَذِهِ اْلأَجْسَادَ طَهَّرَكُمُ اللهُ، فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَبِيْتُ طَاهِرًا إِلاَّ بَاتَ مَعَهُ فِيْ شِعَارِهِ مَلَكٌ، لاَ يَنْقَلِبُ سَاعَةً مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ قَالَ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا.
Artinya:"Sucikanlah badan-badan kalian, semoga Allah mensucikan kalian, karena tidak ada seorang hamba pun yang tidur malam dalam keadaan suci melainkan satu Malaikat akan bersamanya di dalam syi’aar, tidak satu saat pun dia membalikkan badannya melainkan satu Malaikat akan berkata: ‘Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini, karena ia tidur malam dalam keadaan suci." (HR. Ath Thabrani)

Mukmin yang Tidur Dalam Keadaan Suci

Hadist ini memberikan informasi tentang perilaku kebersihan badan misalnya dengan mandi dan menggosok gigi sebelum melakukan ibadah atau bermalam di rumah Allah. Dengan kata lain Allah SWT sangat menyukai yang bersih-bersih, yang rapi-rapi. Dan sebaliknya bahwa Allah SWT tidak menyukai yang kotor-kotor, termasuk (tempat yang terlihat) berantakan.

Pada Surat Al-Baqoroh : 222, statemen terakhir berbunyi:
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai pula orang-orang bersuci.

Allah SWT tidak hanya mencintai kebersihan ruhani/hati tetapi Allah SWT juga mencintai dan menyukai kebersihan lahiriahnya’. Kalau muncul satu pemikiran tentang islam bahwa yang hanya memperioritaskan kesucian atau kebersihan hati saja, maka hal itu jelas bertentangan dengan penjelasan AlQur'an.

Dalam kenyataan sejarah telah pernah muncul satu komunitas yang mengaku ahli tasawwuf namun berpenampilan keseharian dengan performance yang tidak menarik, berkesan kumuh bahkan kumal yang notabene telah menjadi warisan budaya berpakaian yang diajarkan secara turun terumun dari generasi ke generasi. Bahkan untuk sekedar mandi pun sudah melupakannya berbulan-bulan, sungguh ironis dengan konsep kebersihan yang diajarkan Islam.

Kaum ini memiliki kecenderungan mengasingkan diri, menjauhi hiruk pikuk keramaian relasi sosial antar manusia, sangat teliti menjaga konsumsi makanan dan minuman, lisannya sering dibiarkan berdiam tidak banyak bicara, di tangannya selalu melingkar kalung tasbih yang dimainkan oleh jari jemarinya, namun realitas penampilan kesehariannya sangat berantakan, jauh dari kebersihan fisik jasmani yang menjadi konsep universal Islam.

Islam itu Indah, Allah Maha Indah

Padahal Islam itu demikian indah. Allah SWT Maha Indah, karena Allah SWT Maha Indah, keindahan-Nya tidak bisa diuraikan dengan barisan dan deret kata paling menawan sekali pun. Keindahan Allah berada dalam dimensi keindahan yang sangat tidak berbatas.

Seluruh kebesaran dan keindahan semesta mahluk yang diciptakan-Nya adalah bagian terkecil dari kebesaran serta keindahan yang tidak ada batasnya dari hakikat yang tidak berbatas dalam ketidakberbatasan Allah SWT. Semesta raya yang kecil dengan seluruh keindahannya hanya sebatas butiran debu tak berdaya di hadapan kebesaran dan keindahan Allah SWT.

Karena Allah SWT adalah Maha Termaha di atas segala yang Maha Keindahannya, maka Dia mencintai keindahan, sementara itu realitas yang terjadi di kalangan kelompok-kelompok ahli tasawwuf yang sudah menjadi budaya sejak dulu yang terlalu sibuk mengedepankan kebersihan psikis sehingga tidak peduli lagi dengan penampilan fisik yang sudah diajarkan oleh Islam.

Konsep Islam tentang Kebersihan

Konsep tentang kebersihan ditampilkan oleh Islam ke permukaan. Setiap muslim harus berbaur dengan khalayak ramai, melakukan interaksi sosial dengan komunitas atau masyarakat lainnya dengan perilaku kebersihan yang sudah diajarkan. Dan akan menjadi sebuah ironi jika konsep kebersihan yang diajarkan Islam dan dipuji-puji oleh kalangan nonmuslim berbanding terbalik dengan penampilan fisik yang buruk dari sebagian kalangan muslim yang sama sekali tidak memberikan daya tarik, tidak memikat sedikit pun.

Dan pada narasi hadits di atas disebutkan bahwa orang mukmin yang terlebih dahulu membersihkan badannya karena hendak bermalam di rumah Allah, akan didekati oleh malaikat. Namun karena kebersihan badan diabaikan, sementara kaum malaikat tidak menyukai yang bau-bau, akhirnya tidak jadi. Contoh kecil ketika sholat tahajud akan didirikan namun sudah 3 (tiga) hari berturut-turut tidak mandi dan tidak pula menggosok gigi dipastikan tidak akan didekati kaum malaikat yang akan mendoakan kita.

Seandainya kita semua mengetahui bahwa Allah SWT mencintai kesucian batiniah juga kebersihan lahiriah, akankah ada malaikat yang singgah di hati seorang mukmin yang justru hatinya tidak bersih, banyak kotornya? jadi siapa penduduknya yang berada di hati kita?

Jika kaum malaikat tidak berkenan singgah di hati orang mukmin, maka dipastikan yang singgah dengan leluasa adalah syetan. Oleh karena itu, menjadi pekerjaan rumah bagi orang mukmin agar tidak memiliki kecenderungan berlebihan terhadap aspek kebersihan batin ruhani, namun juga jangan memprioritaskan kecenderungan terhadap aspek fisik jasmani, keduanya harus memiliki porsi perhatian yang seimbang.

Kesucian

Berbicara masalah kesucian, apakah itu dalam bentuk kebersihan dalam ataupun kebersihan sisi luar, keduanya akan mengundang masuk para malaikat, mahluk Allah SWT yang diciptakan dari cahaya. Karena kesuciannya, dari tubuh malaikat terpancar cahaya keberkahan. Keberkahan yang menjadi bawaan kesucian malaikat akan bersinergi dan bersenyawa dengan orang mukmin yang memiliki kebersihan lahir batin.

Di dalam sekujur tubuh orang mukmin tidak boleh ada kotoran yang menjadi najis lahiriyah, begitu pula dalam hatinya, tidak boleh ada sedikit pun najis batiniah. Dan yang paling najis dari batin orang mukmin adalah perbuatan syirik atau menyekutukan Allah, menganggap ada kekuatan selain Allah. Perbuatan syirik adalah najis yang dilakukan sehari-hari namun jarang disadari oleh manusia pada umumnya.

Perbuatan syirik biasanya divoniskan kepada orang yang mendatangi dan menyembah berhala serta meminta perlindungan kepadanya, atau menziarahi kuburan yang dianggap memiliki tuah dan berkah. Padahal perbuatan syirik itu teramat banyak macamnya, teramat banyak bentuk ragamnya.

bersambung ....
Bandung, 06 Juni 2020

Penulis: Adam Qosim Kosasih Natsir Editor: Madyo Sasongko

Referensi:
Hadits No. 739 Kitab Mukhtarul Ahadits, karya (Alm) Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat padanya
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url